Selasa, 31 Mei 2011

STUDI DAERAH PENANGKAPAN DAN HASIL TANGKAPAN TUNA LONG LINE KM. SAMODRA 36 PT. PERIKANAN NUSANTARA CABANG BENOA, BALI


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada 30 JULI 1987 di Kecamatan Mangkutana, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara, dari Ayah bernama Abd Hamid Pantan dan Ibu bernama Kristina R.      Pada tahun 1993 penulis masuk Sekolah Dasar Negeri 325 Balai Kembang dan tamat pada tahun1999. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri I Mangkutana pada tahun yang sama dan selesai pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri I Mangkutana dan selesai pada tahun 2005.
            Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai Mahasiswa di Politeknik Pertanian Negeri Pangkep dan memilih jurusan Penangkapan Ikan dengan spesialisasi alat tangkap Long Line.
            Selama menjadi Mahasiswa penulis juga aktif di organisasi intern maupun ekstern kampus antara lain: Himpunan Mahasiswa Teknologi Penangkapan Ikan, UKM- TAE KWON DO, UKM- Politani Football Club, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Politeknik Pertanian Negeri Pangkep dan Kerukunan Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu (IPMIL).
            Pada tahun 2007 penulis mengikuti kegiatan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) selama kurang lebih tiga bulan di PT. PERIKANAN NUSANTARA cabang BENOA, BALI. 
PENDAHULUAN


Latar Belakang
            Potensi tuna di perairan Indonesia adalah 780.040 ton (Dahuri. 2001). Walaupun secara nasional pemanfaatan sumber daya tuna masih dapat di lakukan, namun tingkat pemanfaatannya tidak merata di seluruh perairan Indonesia. Sumberdaya tuna menyebar di perairan lepas pantai, pemanfaatannya masih banyak dilakukan oleh perusahaan menengah ke atas, karena memerlukan investasi yang relatif besar.
            Sumberdaya tuna tidak nampak secara langsung oleh mata manusia. Pebedaan media ini dapat diantisipasi dengan mempelajari tingkah laku ikan dan alat bantu pendeteksi. Teknologi saat ini sudah dapat mengidentifikasi keberadaan daerah penangkapan tuna dapat dilihat dari parameter suhu permukaan laut dan kesuburan perairan sehingga dapat dibuat peta fishing ground tuna.
             Teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan sumber daya tuna disesuaikan dengan sifat dan tingkah laku ikan sasaran. Tuna merupakan ikan perenang cepat yang bergerombol. Oleh karena itu, alat penangkap ikan yang digunakan haruslah yang sesuai dengan perilaku ikan tersebut. Khusus di bidang usaha penangkapan Ikan dengan menggunakan long line di wilayah Samudera Hindia merupakan suatu usaha penangkapan ikan yang cukup potensial. Usaha perikanan long line termasuk jenis usaha penangkapan ikan yang berskala industri dan berorientasi ekspor dengan negara tujuan utama yaitu Jepang.
Hasil tangkapan utama dari long line adalah ikan jenis tuna antara lain blue fin tuna, big eye tuna, yellow fin tuna dan tuna albacore. Hasil tangkapan lainnya seperti ikan meka, blue marlyn, ikan merah, hiu, bawal, layur air dan lainnya.
            Ikan-ikan hasil tangkapan tuna long line adalah ikan-ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, maka di anggap perlu mendapat perhatian baik dari pihak pemerintah, swasta maupun pihak terkait lainnya, agar usaha penangkapan long line dapat berkembang dan dapat mensejahterakan para nelayan yang bekerja pada kapal-kapal long line dan tentunya dapat menambah devisa Negara.
Tujuan
            Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk menjelaskan teknik pengoperasian tuna long line, hasil tangkapan dan daerah pengoperasian tuna long line.
Kegunaan
            Dapat menjadi sumber informasi bagi para nelayan, khususnya nelayan yang bekerja pada kapal-kapal tuna long line dan sumber informasi bagi masyarakat umum.  
TINJAUAN PUSTAKA


Sejarah Perkembangan Tuna Long Line
            Long line pertama kali dikenalkan di Indonesia sejak tahun 1950, dimana pada tahun tersebut pusat jawatan perikanan laut mengadakan kerjasama dengan The United Overseas Mission (Amerika) untuk mengembangkan usaha perikanan. Persiapan untuk melakukan percobaan dimulai dengan merancang tuna long line yang dikerjakan oleh Rhalp Jhonson didanpingi oleh Soedarsono. Percobaan pertama dilakukan di Lautan Hindia, ujung selatan Sumatera dan ujung barat Jawa yang berbasis di Jakarta. Percobaan kedua dilakukan di perairan Laut Sulawesi dan ujung utara Selat Makassar yang berbasis di Balikpapan. Percobaan ketiga dilakukan di Samudera Hindia sebelah selatan Bali, Lombok dan Sumbawa dengan mengambil pangkalan di Benoa Bali dan percobaan terakhir di Lautan Hindia, Sumatera Tengah dengan pangkalan di sibolga (Sultan, 1991).
Pengertian Long Line
            Tuna long line secara harfiah dapat diartikan dengan tali panjang. Hal ini karena konstruksi long line berbentuk tali-temali yang di sambung-sambung sehingga berbentuk tali yang panjang dengan beratus-ratus tali cabang. Jadi rawai merupakan salah satu alat penangkapan ikan yang terdiri atas rangkaian tali-temali yang bercabang dan pada tiap ujung cabangnya di ikatkan sebuah pancing (Sadhori, 1985).
            Pada prinsipnya long line terdiri dari komponen-komponen utama yang terdiri atas tali utama (main line), tali cabang (branch line), pelampung (float), serta tali pelampung (float line).dan jarak antara pelampung satu dengan yang lainnya dinamakan basket (Maman, 1991).
            Long line tersusun dari rangkaian tali-temali yang dihubungkan satu sama lain secara teratur dan memanjang, membentang hanyut pada kedalaman tertentu di perairan yang mana sepanjang bentangan tali digantungkan tali cabang (branch line) yang dilengkapi kail dan umpan untuk menangkap berbagai jenis tuna (Fauzi, 1989).
Tujuan utama penangkapan dengan menggunakan alat tangkap Long line yaitu untuk menangkap jenis ikan tuna, akan tetapi pada kenyataannya tertangkap pula jenis-jenis ikan lainnya (Ayodhyoa, 1981).
Klasifikasi Long Line
Long line merupakan alat penangkap ikan yang dioperasikan di perairan dalam sehingga long line dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok (Sadhori, 1985).
Adapun pengelompokan long line antara lain :
1. Berdasarkan letak pengoperasiannya dalam perairan
- Loing line permukaan (Surface long line)
- Long line pertangahan (Midwater long line)
- long line dasar (Bottom long line)
2. Berdasarkan konstruksi alat
      - Long line tegak (Vertiklal long line)
      - Long line mendatar (Horizontal long line)
3. Berdasarkan jenis ikan yang tertangkap
      - Long line tuna (Tuna long line)
      - Long line cucut dan sebagainya
            Martoyo (1981) mengklasifikasikan tuna Long line berdasarkan cara pengoperasiannya:
  1. Long line yang dioperasikan dalam keadaan hanyut (Drift long line)
  2. Long line yang dioperasikan di dasar perairan (Bottom long line)
Penangkapan ikan dengan menggunakan alat ini menarik perhatian ikan dengan memberikan umpan dimana ikan akan tertangkap setelah memakan umpan tersebut, oleh kerena itu alat tangkap long line termasuk alat tangkap yang bersifat pasif.
Metode dan Deerah Pengoperasian Tuna Long Line
            Secara umum metode pengoperasian tuna long line terdiri dari setting dan hauling. Penurunan alat tangkap kedalam perairan diusahakan agar memotong arus hal ini disebabkan karena ikan tuna mempunyai kebiasaan berenang berlawanan dengan arus sehingga dengan posisi alat tangkap yang memotong arus berarti akan memperluas daerah penangkapan (Sadhori. 1985)
            Selain arah arus hal lain yang perlu diperhatikan adalah arah angin, diusahakan agar arah angin saat setting tidak datang dari arah buritan kapal karena tali yang ditebar dapat terkena propeller atau mengganggu pekerjaan orang yang melaksanakan setting (Martoyo. 1981)
            Setelah setting maka alat tangkap dibiarkan hanyut dalam perairan selama 4-5 jam baru dilakukan hauling. Hal yang perlu diperhatikan pada saat hauling adalah sudut rentangan tali utama dengan garis lunas kapal atau haluan kapal. Besar sudut tersebut harus 15º-45º hal ini bertujuan untuk meringankan beban kerja line hauler saat menarik tali utama dan menjaga jangan sampai tali utama putus (Sadhori. 1985)
Kedalaman daerah operasi sangat berpengaruh dalam keberhasilan operasi penangkapan Kedalaman daerah operasi penangkapan harus di sesuaikan dengan dalam alat tangkap dan kedalaman renang ikan terutama ikan tuna. Kedalaman alat tangkap pada saat berada di perairan berkisar antara 50m – 300m dapat menangkap jenis big eye lebih banyak karena kedalaman renang big eye berada pada kedalaman 100m – 300m  sehingga hasil produksinya lebih baik dibandig tipe long line yang beropersi dekat permukaan tuna yang ditangkap didominasi oleh yellow fin tuna yang harganya lebih murah dibanding big eye (Sudirman, 2004).
Daerah Sebaran Tuna
            Kedalaman renang tuna bervariasi tergantung oleh jenisnya. Umumnya tuna tertangkap di kedalaman 0-400m, suhu perairan yang disukai berkisar antara 17-31oC. Madidihang (Thunnus albacares) tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia, panjang madidihang bisa mencapai lebih dari 2m, menyebar diperairan dengan suhu antara 17-31oC dengan suhu optimum yang berkisar antara 19-23o C.
            Tuna mata besar (Thunnus obesus) menyebar dari Samudera Pasifik melalui perairan diantara pulau-pulau di Indonesia Sampai ke Samudera Hindia. Ikan ini banyak ditemukan di perairan sebelah selatan Jawa, sebelah barat daya Sumatera Selatan, Bali dan Nusa Tenggara. Tuna mata besar merupakan tuna yang mempunyai toleransi suhu yang paling besar berkisar antara 11-28oC dengan kisaran suhu penangkapan antara 18-23oC.
            Sebaran tuna Albakora (Thunnus alalunga) sangat dipengaruhi oleh suhu, jenis ini menyenangi suhu yang relatif lebih rendah dan memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding dua jenis tuna di atas.
            Tuna sirip biru (Thunnus maccoyi) hanya ditemukan menyebar di belahan bumi selatan, oleh karena itu jenis tuna ini biasa disebut sebagai southern bluefin tuna.  Ikan ini tidak banyak ditangkap oleh nelayan Indonesia (Notji, 1987).
METODOLOGI

Waktu dan Tempat
            Pengambilan data pada tugas akhir ini di peroleh dari kegiatan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) pada bulan September, oktober dan November 2007 di PT. PERIKANAN NUSANTARA cabang BENOA – BALI dan praktek laut pada 27 september sampai 16 oktober 2007 tepatnya di KM. SAMODRA 36.
Metode
            Metode yang digunakan dalam pengambilan data tugas akhir ini adalah wawancara langsung dengan ABK, Kapten kapal dan sumber lain yang dapat dipercaya serta dari pengalaman yang penulis dapatkan pada saat mengikuti praktek laut. Adapun sumber informasi lainnya penulis dapatkan dari studi literatur yang berkaitan dengan tugas akhir ini. 
HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Alat Tangkap
            Long line biasa disebut dengan rawai yaitu alat penangkapan ikan yang menggunakan beberapa mata pancing. Long line berfungsi untuk menangkap ikan-ikan predator, karena alat tangkap ini bersifat spasif dan menarik perhatian ikan dengan menggunakan umpan.
            Dekskripsi tuna long line pada KM SAMODRA 36 adalah sebagai berikut: 1.   Radio Buoy
            Radio buoy (pelampung tanda) berfungsi untuk mengetahui posisi alat tangkap.


 







Gambar 1. Radio Buoy
2.  Pelampung (Float)
Pelampung yang digunakan berbentuk bola dengan diameter 25cm, pelampumg juga    harus memenuhi syarat yaitu tidak mudah pecah dan bocor akibat tekanan air ataupun panas matahari. Pelampung ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan alat tangkap diperairan dan untuk mempermudah mencari alat tangkap apabila main line tiba-tiba putus. Oleh karena itu pelampung biasanya diberikan timah yang berwarna putih  yang dapat terlihat jelas apabila main line tiba-tiba putus.
3.  Tali Pelampung
tali pelampung yang diugunakan terbuat dari bahan kuralon dengan diameter 5mm dan panjang 25m. pada kedua ujung tali pelampung dipasang snape untuk menghubungkannya dengan pelampung dan main line.
4.  Tali Utama (Main Line)
Main line merupakan tempat bergantungnya tali cabang, terbuat dari bahan kuralon dengan diameter 5-6 mm.








Gambar 2. Gulungan main line
5.  Tali Cabang (Branch Line)
Branch line adalah tali cabang yang menghubungkan antara main line dengan mata pancing, serta sebagai tempat bergantungnya hasil tangkapan, terbuat dari bahan kuralon dengan diameter 3,2-3,4 mm.









Gambar 3. Branch Line
6. kili-kili (swifel)
            Swifel berfungsi untuk menjaga branch line agar tidak kusut pada saat berada di dalam perairan.





Gambar 4. Kili-kili
7. Pancing
            Pada umumnya pancing yang digunakan terbuat dari besi steanless dengan nomor pancing 4-6.





Gambar 5. Pancing
8. Umpan
Umpan yang dipakai pada KM. SAMODRA 36 adalah jenis ikan lemuru. Pemilihan umpan berdasarkan beberapa kriteria seperti: daging tidak mudah rusak, tulang tidak mudah terlepas dari daging, sisik tidak mudah lepas, dapat menarik perhatian ikan tujuan penangkapan dan harga yang relatif murah.
Persiapan Pengoperasian Tuna Long Line
            Sebelum operasi penangkapan di lakukan terlebih dahulu harus melalui beberapa tahap yaitu :
a. Tahap pengurusan surat-surat kapal
    - Pengurusan sirat izin berlayar
    - Pengurusan surat kelayakan kapal melaut
    - Membayar asuransi ABK
b. Tahap persiapan                                         
    - Persiapan alat tangkap
    - Supply bahan bakar
    - Supply bahan makanan
    - Supply air tawar
    - Supply umpan
    - Supply es
Penentuan Daerah Penangkapan (fishing ground)
Ikan tuna termasuk ikan pelagis, yaitu ikan yang mencari makan pada siang hari dengan mengandalkan penglihatan dalam mencari mangsa juga ikan yang rakus dalam mencari makan dan termasuk dalam golongan ikan perenang cepat. Ikan ini berenang pada daerah laut dalam atau perairan samudera dan tidak dapat terlihat oleh mata manusia sehingga diperlukan teknologi yang memadai untuk mendeteksi kedalaman renang dan jenis tuna ini.
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan usaha penangkapan ikan di laut adalah kemampuan mencari daerah penangkapan ikan (fishing ground).. Namun yang menjadi masalah adalah kemampuan panca indera manusia sangat terbatas. Keterbatasan ini merupakan salah satu faktor kendala dalam menentukan fishing ground yang baik dalam operasi penangkapan ikan di laut.
Kebanyakan nelayan tuna Indonesia menentukan daerah penangkapan berdasarkan pengalaman dari tahun ke tahun, termasuk pada KM. SAMODRA 36 PT. PERIKANAN NUSANTARA, yang hanya mengandalkan pengalaman dan tanda-tanda alam seperti burung pemangsa dan gelembung udara yang keluar dari perairan. Hal ini berdampak pada hasil tangkapan yang tidak menentu pada setiap trip operasi penangkapan.       
            Ikan tuna yang menjadi tujuan hasil tangkapan utama adalah Tuna mata besar karena harganya lebih tinggi dibanding jenis tuna lainnya setelah blue fin tuna yang jarang terlihat disekitar perairan Indonesia. Tuna mata besar menyebar dari Samudera Pasifik melalui perairan diantara pulau-pulau di Indonesia Sampai ke Samudera Hindia. Ikan ini banyak ditemukan di perairan sebelah selatan Jawa, sebelah barat daya Sumatera Selatan, Bali dan Nusa Tenggara. Tuna mata besar merupakan tuna yang mempunyai toleransi suhu yang paling besar berkisar antara 11-28oC dengan kisaran suhu penangkapan antara 18-23oC dan kedalaman renang 100-300 meter.
Daerah Operasi KM SAMODRA 36

            Daerah operasi KM. SAMODRA 36 berada Samudera Hindia di luar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, di mana persaingan dengan kapal-kapal asing cukup ketat. Kapal-kapal asing umumnya telah dilengkapi dengan peralatan-peralatan modern untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan. Sementara itu nelayan kita masih mengandalkan sarana yang boleh dikatakan sangat minim.
            Operasi penangkapan ikan berada di sebelah selatan pulau Jawa dan berjarak kurang lebih 500 mil dari pelabuhan Benoa, Bali.  Tepatnya pada lintang 13-15o Selatan dan bujur 108-111o Timur.



 










 
Gambar 6. Daerah Operasi Pada setting pertama

Tabel 2. Daerah Penangkapan dan Hasil Tangkapan


No
Setting
Hauling
Big eye (ekor)
Lintang
Bujur
Lintang
Bujur
1
13o 48,015’ S 
109o 09,250’ T
13o 26,510’ S 
108o 53,315’ T
2
2
13o 42,119’ S  
109o 05,209’ T
13o 23,625’ S
 108o 51,920 T
5
3
13o 34,601’ S  
109o 06,410’ T
13o 17,004’ S  
108o 52,370’ T
1
4
13o 40,095’ S  
109o 18,400’ T
13o 32,950’ S  
108o 55,818’ T
3
5
13o 40,725’ S  
109o 36,519’ T
13o 50,489’ S  
110o 05,048’ T
3
6
14o 23,445’ S
109o 47,359’ T
14o 27,521’ S  
110o 18,341’ T
5
7
14o 31,471’ S  
109o 40,022’ T
14o 27,340’ S 
110o 10,393’ T
12
8
14o 33,648’ S  
109o 48,940’ T
14o 39,836’ S
109o 21,832’ T
8
9
14o 43,630’ S  
110o 22,539’ T
14o 53,567’ S
110o 55,981’ T 
11
10
14o 40,505’ S  
110o 29,268’ T
14o 56,130’ S 
110o 55,923’ T
15
11
14o 36,092’ S  
110o 29,790’ T
14o 52,960’ S 
110o 52,456’ T
13
12
14o 43,603’ S  
110o 29,515’ T
14o 59,635’ S  
110o 52,640’ T
14
Jumlah
92

            Ikan tuna big eye lebih banyak tertangkap pada lintang 14o-15o Selatan dan 109o-111o Bujur Timur dibanding pada lintang 13o-13,5o litang selatan. Berarti ikan tuna mata besar banyak berada diperairan tersebut pada bulan Oktober. Ikan ini adalah ikan yang melakukan migrasi pada waktu tertentu sehingga jarang tertangkap didaerah yang sama pada waktu yang berbeda tergantung dari kondisi perairan yang disukai dan migrasi rutin yang dilakukan oleh ikan ini.
Faktor yang mempengaruhi dalam mencapai keberhasilan penangkapan tuna long line yaitu :
1. kedalaman daerah operasi
            Kedalaman daerah operasi sangat berpengaruh dalam keberhasilan operasi penangkapan, sehingga kedalaman daerah operasi penangkapan harus di sesuaikan dengan dalam alat tangkap yang di sesuaikan dengan kedalaman renang ikan hasil tangkapan terutama ikan tuna. Kedalaman alat tangkap pada saat berada di perairan berkisar antara 47,5m – 300m.
2. posisi kapal pada saat setting
            Pada saat setting posisi kapal harus diatur sedemikian rupa sehingga penurunan alat tangkap dapat memotong arus air laut hal ini bertujuan untuk memperluas daerah penangkapan dan untuk menghadang gerak ikan tuna yang bergerak berlawanan dengan arus.
3. faktor Oceanografi
            Faktor oceanografi yang paling berpengaruh dalam operasi penangkapaan adalah angin dan arus, karena dapat mempengaruhi kedudukan alat tangkap di dalam perairan, serta suhu dan salinitas perairan yang disukai oleh ikan tuna.
Persiapan Alat Tangkap
            Persiapan alat tangkap di lakukan sebelum operasi penangkapan di lakukan. Hal-hal yang biasanya dilakukan dalam persiapan alat tangkap adalah mengganti wire, swifel dan pancing yang rusak serta memeriksa kekembali main line dan membuat branch line dan sekiyama cadangan untuk mengganti branch line atau sekiyama yang rusak pada saat operasi penangkapan berlangsung.
            Untuk memudahkan saat operasi penangkapan berlangsung maka branch line harus digulung dengan rapi kemudian di masukkan ke dalam keranjang tempat penyimpanan branch line. Kemudian menaikkan alat Bantu penangkapan lainnya ke atas  kapal, seperti : radio buoy, bola pelampung, gancu, pisau, karung dan lain-lain.
Setting
            Sebelum setting dimulai, terlebih dahulu mempersiapkan posisi setting, dimana bola pelampung di letakkan di buritan sebelah kanan kapal dan keranjang tempat branch line di letakkan di buritan sebelah kiri kapal. Untuik memudahkan pada saat setting maka di antara bola pelampung dan branch line di letakkan meja dan kursi setting serta bak umpan. Meja setting diletakkan di antara kursi setting dan bak umpan diletakkan di samping kursi setting.





Gambar 7. Posisi pelampung sebelum setting
                                                                                                                             





Gambar 8. Posisi branch line sebelum setting

Kegiatan setting biasanya di lakukan pada pukul 06.00 pagi sampai pukul 10.00 atau 11.00. Pada saat setting ABK mempunyai tugas masing-masing, ada yang bertugas memasang nomor pada pelampung, menaikkan bola pelampung ke atas meja setting, mngambil umpan dari dalam palka, menaikkan gulungan branch line ke meja setting, menyusun branch line di atas meja setting, memasang umpan dan snape pada main line.
Main line yang berada di dalam tempat penyimpanan di tarik oleh line thrower melalui line ace. Setting dimulai dengan diturunkannya radio buoy yang untuk memberikan signal kepada RDF posisi alat tangkap berada. Setelah radio buoy diturunkan, pelampung di turunkan, sementara itu branch line dinaikkan ke atas meja setting dan dipasangi umpan. Umpan yang digunakan pada KM SAMODRA 36 adalah ikan lemuru. Kemudian dipasang pada main line dengan menggunakan snape sampai 17 branch line kemudian diturunkan 1 pelampung lagi dan setelah 40 pelampung, diturunkan 1 radio buoy, begitu seterusnya sampai setting selesai. Kecepatan pada saat setting adalah 5,8 sampai 6,8 knot.
   




                                            

Gambar 9. Posisi ABK pada saat setting
Keterangan :
a. ABK pengangkat pelampung                      1.Line tank
b. ABK pemasang nomor pelampung             2. Pancing
c. ABK penyusun pancing                              3. Meja setting
d. ABK pengangkat umpan ke bak umpan     4. Umpan
e. ABK pemasang umpan di pancing             5. Line trhaower
f. ABK pengait pancing ke main line







                                                                               
                                                                         
                                                          
Gambar 10. Suasana setting







Gambar 11. Konstruksi Alat Tangkap Di Perairan
 a. Radio buoy, yaitu alat yang digunakan untuk mengetahui posisi alat tangkap pada saat berada diperairan, alat ini juga digunakan untuk mendeteksi alat tangkap pada saat main line terputus. Radio buoy berjumlah 3 buah, radio buoy pertama diturunkan sebagi tanda posisi setting, radio buoy ini diturunkan bersama 2 buah pelampung agar pada saat penarikan daya apung bertambah dan tidak tenggelam. Radio buoy ke-2 diturunkan pada waktu perlampung (bola) ke-40 dan Radio buoy yang ke-3 diturunkan pada saat pelampung (bola) terakhir sebagai tanda terakhir posisi alat tangkap.
b. Jarak antara radio buoy dengan pelampung yaitu 144m. Jarak antara pelampung satu  dengan pelampung yang lain adalah 864m, sedangkan jumlah pelampung yang digunakan sebanyak 94 pelampung jadi panjang keseluruhan main line adalah 94m x 864 m = 81.216 m.
d. Jumlah pancing yang digunakan dalam satu main line (antara pelampung)     adalah 17 pancing dengan jarak antara pancing 48 m.
e. Panjang tali pelampung 25 m.
f. Kedalaman alat tangkap di perairan yaitu 47,5 sampai 300m
Hauling
            Hauling setelah alaimulai pukul 15.00 sore sampai 03.00 atau 04.00 dini hari. Alat tangkap dibiarkan hanyut  selama 4-5 jam di perairan, setelah itu kapal bergerak mendekati radio buoy yang yang telah diberi bendera tanda dan menariknya ke atas kapal. Ikatan penghubung radio buoy dengan main line di lepas dan ujung main line di masukkan ke dalam line hauler untuk di lakukan proses penarikan, setelah itu main line di teruskan ke line ace untuk di masukkan kembali ke dalam gudang penyimpanan main line. Kecepatan kapal pada saat hauling adalah 2 sampai 4 knot.
Adapun urutan kegiatan selama proses hauling berlangsung adalah sebagai berikut:
  1. Radio bouy dinaikkan ke atas kapal.
  2. Ujung main line di masukkan kedalam line hauler.
  3. Main line jatuh ke slow convayor .
  4. Main line ditarik dari slow convayor oleh line ace kemudian dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan main line.
  5. Snape dilepas dari main line.
  6. Branch line digulung dan dimasukkan ke dalam keranjang tempat brench line.
  7. Keranjang branch line di kembalikan ke buritan sebelah kiri kapal.
  8. Bola pelampung di kembalikan ke buritan sebelah kanan kapal.
                                                                                                 








Gambar 12. Posisi ABK pada saat hauling
Keterangan :
a. ABK penangkap pancing dari line hauler  
b. ABK penyusun pancing
c. ABK penyusun main line
d. ABK penyusun main line di slow konvayor
e. ABK pengatur tekanan gas line hauler
f. ABK yang memperbaiki pancing yang rusak
g. ABK pemberi tanda kepada pengendali gas line ace
h. ABK pengatur tekanan gas line ace




 








Gambar 13. Suasana hauling
Penanganan Hasil Tangkapan di atas Kapal
1. Persiapan
            Sebelum ikan di naikkan ke atas dek kapal, hendaknya seluruh peralatan yang akan bersentuhan langsung dengan ikan harus dicuci bersih. Hal ini dilakukan agar ikan hasil tangkapan tidak terkontaminasi oleh kotoran maupun bakteri yang dapat mempercepat proses kemunduran mutu ikan dan dapat mengurangi kesegaran ikan hasil tangkapan.
2. Proses mematikan ikan
            Ikan yang tertangkap dinaikkan keatas kapal dengan menggunakan ganco, hendaknya ganco dikaitkan pada tutup insang ikan dan di angkat secara perlahan-lahan ke atas kapal. Ikan yang maik keatas kapal diletakkan diatas lapisan karung goni basah, hal ini bertujuan untuk melindungi tubuh ikan dari benda-benda runcing dan kasar yang dapat mengurangi penampilan ikan.
            Teknik mematikan ikan yang baik dengan tidak mengurangi mutu maupun penampilan ikan adalah menusuk kepala ikan menggunakan spike pada daerah antara mata kiri dan mata kanan yang terdapat bulatan putih kecil dan kelihatan samar-samar. Titik tersebut merupakan bagian terlemah dari ikan dan sangat lunak sehigga bila ingin mematikan ikan cukup dengan menusuk titik tersebut menggunakan spike sampai menembus kedalam otak ikan. Agar ikan tidak terlalu menggelepar pada saat ditusuk, maka posisi orang yang menusuk kepala ikan menghadap berlawanan dengan posisi ikan dan satu orang lagi berdiri mengangkangi tubuh ikan serta menjepit tubuh ikan dengan kaki sambil memegang kedua sirip ikan tersebut agar ikan tidak menggelepar terlalu banyak. Dengan demikian ikan akan lebih cepat mati tanpa terlalu banyak menggelepar, sebab apabila pada saat mematikan ikan terlalu banyak menggelepar maka pembakaran energi cadangan pada ikan akan peningkat, hal ini dapat mengakibatkan proses kemunduran mutu ikan akan lebih cepat terjadi.
  





Gambar 14. Ikan yang baru naik ke atas kapal
3. Penyiangan
            Ikan yang naik ke atas kapal maka secepatnya insang dan isi perut ikan di keluarkan dari tubuh ikan. Penyiangan dilakukan dengan cara memisahkan insang dengan memotong selaput tipis yang menghubungkan insang dengan rongga insang. Setelah itu pada bagian dubur ikan ditusuk menggunakan pisau selebar 3 atau 4cm dan urat pada bagian tersebut dipotong. Kemudian insang dan isi perut ikan ditarik bersamaan keluar.






Gambar 15. Penyiangan ikan di atas kapal
4. Pencucian
            Pencucian ikan dimaksudkan untuk membersihkan ikan dari kotoran utau bekas darah yang masih melekat pada tubuh ikan. Cara pencuciannya adalah dengan menyikat kulit ikan sambil disiram dengan air untuk mengeluarkan lendir ikan. Setelah itu menyikat rongga insang sambil disiram dengan air, hal ini betujuan untuk mengeluarkan sisa-sisa darah yang masih melekat pada rongga insang dan tubuh bagian dalam ikan. Setelah itu mulut ikan di ikat menggunakan monofilamen kemudian memasukkan es ke dalam tubuh dan rongga insang ikan.
 






Gambar 16. Pencucian ikan







Gambar 17. Memasukkan es kedalam tubuh ikan
5. Penyimpanan dalam palka
            Ikan yang telah dibersihkan dan dimasukkan es kedalamnya diikat ekornya menggunakan tali ekor, hal ini bertujuan untuk memudahkan memasukkan ikan ke dalam palka. Satelah ikan dimasukkan ke dalam palka, ikan di atur dengan posisi berlawanan antara kepala dan ekor satu dengan yang lainnya.
Bongkar Muat di Pelabuhan
Bongkar muat ikan di pelabuhan menggunakan fasilitas crane adapun proses bongkar muat ikan dari atas KM SAMODRA 36 adalah sebagai berikut:
Pertama–tama dua orang ABK turun ke dalam palka untuk mengambil es, kemudian es tersebut diangkat menggunakan keranjang, lalu es tersebut ditaburkan di atas dek bagian depan. Hal ini bertujuan untuk menjaga suhu tubuh ikan. Setelah itu, ikan hasil tangkapan tersebut dinaikkan satu persatu ke atas dek. Setelah naik di atas dek ikan tersebut selimuti sambil menunggu ikan-ikan yang lain dinaikkan. Setelah 10 ekor ikan dinaikkan, maka ikan tersebut diangkat oleh truck crane untuk kemudian dipindahkan ke atas Forklift dan dimasukkan ke perusahaan untuk diseleksi.


 










Gambar 18. Ikan yang dinaikkan ke atas kapal



 


                  



Gambar 19. Truck crane dan forklift
Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan utama yang dihasilkan adalah jenis ikan tuna. Adapun hasil tangkapan lainnya adalah ikan pedang, blue marlyn, bawal hitam, ikan merah, hiu, layur air dan pari. Khusus untuk jenis ikan hiu, yang di manfaatkan adalah sirip, sedangkan tubuhnya dibuang kembali ke laut. Sementara itu ikan pari dan layur air tidak dimanfaatkan sama sekali.
            Adapun hasil tangkapan yang di peroleh pada saat pengoperasian alat tangkap oleh KM SAMODRA 36 selama satu trip operasi adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Jumlah hasil tangkapan
No
Hasil Tangkapan
Nama Latin
Jumlah (ekor)
1
Big Eye/ Mata Besar
Thunus obesus
92
2
Ikan Pedang
Xiphias gladius
2
3
Blue Marlin/ Marlin Biru
Makaira nigricans
3
4
Bawal Hitam
Formio niger
28
5
Ikan Merah
Lutianus erythopterus
1
6
Hiu
Hemigaleus balfouri
2
7
Layur air
Trichiurus maticus
25
8
Pari
Trygon sephen
3